Part 2: Printing a Galley of Blessing from The Poor
- Lia Brasali Ariefano

- Jun 2, 2006
- 2 min read
Saya bangun pagi dengan bersyukur, semalam bisa beristirahat secukupnya (karena baru malam pertama, masih adaptasi dan SANGAT terganggu oleh suara ayam jago yang kemarin saya ceritakan!) dan pagi ini bisa memulai hari yang baru.
Kami bersama sarapan pagi seadanya (dan kembali kekahwatiran saya tidak beralasan karena saya cukup suka makananya hehee). Setelah selesai sarapan, Kami segera memulai hari itu dengan berangkat ke satu stasi di salah satu bukit di daerah itu yang namanya hhhmmm... something like.. Nyumanis (lupa euy…!).
Perjalanan ke sana memakan waktu 1 ½ jam, bukan karena jaraknya yang jauh, tapi karena medannya yang sulit.
Hanya berpegangan di dalam mobil rasanya tidak cukup, sampai saya harus duduk dengan tegak karena jalannya yang sangat berbatu.
Sesampainya di stasi itu, saya melihat sudah banyak orang yang menunggu.
Kami disambut dengan begitu ramahnya oleh penduduk yang menunggu di situ. Dasar bukan artis, Saya menjadi merasa risi mendapat sambutan yang seperti itu. Aduhhh apaan sih, biasa aja kaleeee - di Jakarta Saya juga bukan siapa-siapa. Itu kesan pertama yang tersirat di otak Saya.
Segera Kami menyiapkan tempat untuk bekerja dan langsung memulai pemeriksaan ke pasien satu per satu setelah ibadat singkat bersama.
Pasien-pasien yang saya periksa hampir 75% adalah orang-orang tua.
Biarpun ada yang usianya baru 50an tahun, tetapi wajah mereka mencerminkan kekerasan hidup. Tapi satu hal yang membuat saya jatuh hati - mereka tersenyum. Kalau pun ada yang malu-malu dan tertunduk, saya sulit menemukan kesedihan dan kepahitan di mata dan kata-kata mereka.
Sebagian besar dari mereka mengalami 3 keluhan yang rata-rata sama yaitu:
Pegal-pegal di seluruh badan atau terutama pinggang dan kaki.
Sesak nafas - jantung berdebar-debar.
Gatal-gatal pada tangan dan kaki.
Hhhhmmm… bagaimana tidak…?
Pekerjaan mereka mengharuskan mereka memanggul buah/kayu bakar/hasil tanaman, berjalan naik turun gunung yang medannya berbatu-batu seperti yang tadi Saya lalui dalam perjalanan menuju ke tempat ini.
Untuk sampai ke tempat pengobatanpun, ada yang berjalan kaki selama 2 jam, dan setelah kegiatan harus kembali ke rumah mereka 2 jam perjalanan lagi dengan BERJALAN KAKI!
Tidak heran kalau semuanya merasakan keluhan yang sama.
Setelah dari Nyumanis (?), Kami ke sebuah SD untuk membagikan beasiswa plus pengobatan juga… dan malamnya Saya dibonceng naik motor naik ke gunung-gunung di sekitar penginapan Kami, untuk mengunjungi lansia yang tidak dapat berjalan ke tempat pengobatan krn sudah stroke.
Heiiii... Day two down! Not bad at all right Lia?
YesThank God - again I made it with Your help God.
to be continued to:







Comments